Yogyakarta 1 Desember 2025 — Upaya memperkuat tata kelola seni di Indonesia memasuki babak baru dengan resmi dibentuknya Asosiasi Program Studi Tata Kelola Seni Indonesia (ATASI). Deklarasi dilakukan dalam pertemuan Focus Group Discussion (FGD) di Sasana Ajiyasa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ISI Yogyakarta, dengan menghadirkan perwakilan tiga perguruan tinggi seni negeri yang selama ini menjadi pionir dalam pengembangan keilmuan tata kelola seni di Tanah Air.
FGD ini mempertemukan akademisi dari ISI Yogyakarta, ISI Surakarta, dan ISI Bali, serta pendampingan dari Asosiasi Manajemen Indonesia (AMI). Pertemuan menjadi momentum strategis untuk menyatukan visi dan arah pengembangan bidang tata kelola seni yang hingga kini masih relatif baru namun semakin dibutuhkan oleh ekosistem seni nasional.
Hingga saat ini, hanya tiga perguruan tinggi seni negeri yang memiliki program studi Tata Kelola Seni, yakni:
- D4 Tata Kelola Seni – ISI Surakarta,
- S1 dan S2 Tata Kelola Seni – ISI Yogyakarta, dan
- S2 Tata Kelola Seni – ISI Bali.
Jumlah yang masih terbatas ini menunjukkan bahwa keilmuan tata kelola seni masih berada pada fase pertumbuhan. Namun kebutuhan terhadap tenaga profesional dalam bidang manajemen budaya, pengelolaan seni, kebijakan kebudayaan, serta pengembangan ekosistem kreatif terus meningkat. ATASI dibentuk sebagai wadah untuk mengonsolidasikan kekuatan tersebut sekaligus mendorong kontribusi nyata perguruan tinggi terhadap sektor seni dan budaya nasional.
ATASI hadir dengan mandat yang lebih luas dari sekadar forum koordinasi akademik. Asosiasi ini akan menjadi ruang kolaborasi kurikulum, pertukaran pengetahuan, penelitian bersama, peningkatan mutu pengajaran, hingga advokasi terhadap kebijakan seni dan budaya.
Keberadaan asosiasi ini juga diharapkan mampu menjembatani kebutuhan dunia profesional, lembaga seni, pemerintah, dan masyarakat terhadap tata kelola yang lebih berkualitas, transparan, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Dalam pertemuan tersebut, ketiga perguruan tinggi menyepakati bahwa penguatan ekosistem seni nasional membutuhkan kontribusi kolektif, terutama dalam membangun standar kompetensi, literasi manajemen seni, serta kesiapan sumber daya manusia yang memahami dinamika kebudayaan kontemporer.
Melalui proses musyawarah, ditetapkan susunan pengurus awal ATASI sebagai berikut:
Ketua: Dr. Arinta Agustina (ISI Yogyakarta)
Wakil Ketua: Dr. I Wayan Agus Eka Cahyadi (ISI Bali) dan Dr. Fawarti Gendra Nata Utami (ISI Surakarta)
Sekretaris Jenderal: Dr. Trisna Pradita (ISI Yogyakarta)
Kepengurusan ini akan menjalankan tugas untuk merumuskan program kerja, menyiapkan regulasi organisasi, sekaligus menyiapkan agenda strategis ATASI dalam satu tahun pertama. Pembentukan ATASI disambut sebagai langkah maju bagi dunia pendidikan seni di Indonesia. Dengan adanya asosiasi ini, diharapkan muncul gerakan bersama yang dapat meningkatkan kualitas tata kelola lembaga seni, festival, galeri, komunitas kreatif, hingga lembaga pemerintah daerah yang menangani kebudayaan.
Selain memperkuat kolaborasi akademisi, ATASI juga diharapkan menjadi jembatan antara teori dan praktik, sehingga lulusan program studi Tata Kelola Seni dapat semakin berperan dalam industri budaya, lembaga nirlaba, maupun sektor publik.
Setelah deklarasi, pengurus ATASI akan merampungkan dokumen organisasi, mengembangkan platform komunikasi, serta mempersiapkan agenda kerja kolaboratif lintas kampus. Program-program seperti seminar nasional, riset kolaboratif, penyusunan standar kompetensi, hingga kerja sama internasional telah masuk dalam pembahasan awal. Pembentukan ATASI menandai komitmen perguruan tinggi seni untuk terus memperkuat kontribusi bagi kemajuan ekosistem budaya Indonesia, sekaligus menjadi bukti bahwa pengembangan tata kelola seni merupakan kebutuhan strategis dalam membangun peradaban yang kreatif, inklusif, dan berkelanjutan.






dok. Humas FSRD





