LOGO ISI YOGYAKARTA
Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Delegasi Asia-Afrika Belajar Keragaman Budaya dan Membatik di ISI Yogyakarta

Delegasi Asia-Afrika Belajar Keragaman Budaya dan Membatik di ISI Yogyakarta

Yogyakarta, 3 November 2025 — Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menjadi tuan rumah kegiatan internasional dalam rangkaian Yogyakarta Cultural Festival untuk memperingati 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA). Dalam kegiatan ini, 23 delegasi dari 12 negara Asia, Afrika, dan Eropa berkumpul untuk mendalami seni, budaya, serta nilai-nilai kebersamaan melalui serangkaian kegiatan di ISI Yogyakarta.

Acara bertajuk Yogya Sharing Seminar: Cultural Diversity in a Globalised World – Challenges and Perspectives” ini merupakan kolaborasi antara ISI Yogyakarta dengan Universitas Le Havre Normandie (Prancis) dan beberapa lembaga mitra internasional. Kegiatan dihadiri oleh peserta dari Prancis, Brasil, Burkina Faso, Kamerun, India, Polandia, Jerman, Hungaria, Italia, Afrika Selatan, dan Indonesia.

Menurut data panitia, para delegasi terdiri dari akademisi, seniman, dan peneliti kebudayaan, di antaranya Prof. Darwis Khudori (Prancis–Indonesia), Beatriz Bissio (Brasil), Dr. Seema Mehra Parihar (India), Gracjan Cimek (Polandia), Jan Niklas Huhn (Jerman), dan Yacouba Sawadogo (Burkina Faso). Mereka mengikuti serangkaian acara seperti seminar internasional, workshop batik, pemutaran film, serta pertunjukan seni lintas budaya yang berlangsung selama tiga hari di kampus seni tertua di Yogyakarta ini.

Rektor ISI Yogyakarta Dr. Irwandi, M.Sn. dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat diplomasi budaya dan semangat solidaritas antarbangsa sebagaimana nilai-nilai yang diwariskan oleh Konferensi Asia-Afrika.

“KAA bukan hanya tonggak sejarah politik, tetapi juga peristiwa budaya yang menyatukan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika melalui semangat kesetaraan. Melalui seni, kita dapat membangun jembatan persaudaraan yang melampaui batas negara,” ujar Irwandi.

Sementara itu, Dr. Kholid Arif Rozaq, Wakil Rektor III ISI Yogyakarta, menjelaskan bahwa para delegasi tidak hanya mengikuti seminar, tetapi juga diajak merasakan langsung kekayaan budaya lokal.

“Mereka kami ajak untuk mengenal Jogja secara lebih dekat, termasuk belajar membatik di studio batik, Prodi Kriya, FSRD,  ISI Yogyakarta. Tujuannya agar peserta memahami bahwa budaya Indonesia bukan sekadar objek studi, tetapi pengalaman yang hidup,” ujarnya.

Selain workshop, acara juga menampilkan pementasan kolaboratif yang disajikan dalam IDCF 2025. (International Dance Conference and Festival), pada Senin malam, 3 November 2025 di Laboratorium Seni, ISI Yogyakarta. Malam puncak kegiatan diwarnai konser orkestra “Saraswati” yang berkolaborasi dengan musisi dari berbagai negara peserta, memperkuat nuansa persaudaraan lintas bangsa.

Kegiatan ini juga menjadi bagian dari rangkaian peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika, yang sebelumnya dilaksanakan di Blitar. Rangkaian acara di Yogyakarta difokuskan pada bidang kebudayaan dan pendidikan seni sebagai kelanjutan dari dialog intelektual yang telah dimulai di Blitar.

Para peserta menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan kegiatan yang memadukan unsur akademik dan budaya secara seimbang. Lilou Ruel Deshayes dari Prancis menyebut pengalaman membatik dan berinteraksi dengan mahasiswa ISI sebagai “cara terbaik memahami budaya Indonesia secara mendalam.”

Melalui penyelenggaraan seminar dan festival budaya internasional ini, ISI Yogyakarta menegaskan peran kampus seni sebagai pusat diplomasi budaya global menghubungkan para intelektual, seniman, dan mahasiswa lintas negara untuk memperkuat nilai-nilai solidaritas, perdamaian, dan penghargaan terhadap keberagaman.

Cari
Kategori

Bagikan postingan ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDID