Yogyakarta, Oktober 2025 — Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta kembali memperkuat jejaring akademik internasional melalui penyelenggaraan ICAPAS 2025 (International Conference for Asia Pacific Arts Studies) dan program Cultural Dialogue bersama Bremen University of the Arts, Jerman. Kegiatan ini menjadi tonggak penting dalam upaya internasionalisasi ISI Yogyakarta serta meneguhkan posisi tawar lembaga sebagai perguruan tinggi seni di Indonesia.
Tahun ini, ICAPAS memasuki edisi ke-13 dengan tema “Re-thinking Artistic Research: New Paradigm, Practices, and Potentials.” Tema ini menjadi ajakan bagi para akademisi, peneliti, dan seniman dunia untuk meninjau ulang praktik penelitian artistik (artistic research) dalam konteks perubahan paradigma seni kontemporer.
Konferensi berlangsung pada 8–9 Oktober 2025 di Kampus Pascasarjana ISI Yogyakarta dengan menghadirkan pembicara utama dari empat negara:
- Prof. Annette Geiger (Bremen University of the Arts, Jerman)
- Dr. Budi Irawanto (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
- Dominique Lammli (Zurich University of the Arts, Swiss)
- Dr. Gomesh Karnchapayap (Silpakorn University, Thailand)
Kehadiran para tokoh akademik lintas negara tersebut memperkaya dialog global tentang arah baru penelitian berbasis praktik seni.
Kolaborasi Global melalui Cultural Dialogue
Sebagai bagian dari ICAPAS 2025, Pascasarjana ISI Yogyakarta dan Bremen University of the Arts menginisiasi program Cultural Dialogue, yang menjadi ruang temu riset artistik lintas budaya.
Program ini dilaksanakan dalam dua tahap:
- 14–30 Juni 2025, sepuluh mahasiswa doktor ISI Yogyakarta melakukan kunjungan akademik ke Bremen, Jerman.
- 27 September–12 Oktober 2025, giliran dosen dan mahasiswa doktor Bremen melakukan kunjungan balasan ke Yogyakarta.
Selama di ISI Yogyakarta, peserta Bremen menggelar workshop lintas disiplin dan lintas budaya bersama mahasiswa Pascasarjana ISI Yogyakarta. Hasil eksplorasi artistik mereka kemudian dipresentasikan sebagai bagian dari pameran ICAPAS 2025, menandai bentuk konkret pertukaran pengetahuan artistik antara kedua institusi.





ICAPAS: Rujukan Akademik Seni Kawasan Asia-Pasifik
Sejak pertama kali diselenggarakan, ICAPAS telah menjadi wadah penting komunikasi ilmiah di bidang seni di kawasan Asia-Pasifik. Selain menjadi forum diskusi akademik, ICAPAS juga berperan dalam pembentukan cabang Society for Artistic Research (SAR) di wilayah Asia-Pasifik—sebuah capaian yang mempertegas komitmen ISI Yogyakarta dalam pengembangan riset berbasis praktik seni.
Tahun ini, ICAPAS kembali mendapat sambutan luas dari peserta internasional yang datang dari Jerman, Swiss, Thailand, Singapura, dan Indonesia. Format paralel room diterapkan untuk menampung meningkatnya jumlah presentasi dan diskusi dari berbagai disiplin seni.
Dengan adanya semangat kolaborasi dan dukungan dari berbagai pihak ICAPAS 2025 dapat terlaksana dengan sukses. “Kami bersyukur bahwa kegiatan ini tetap dapat berjalan dengan semangat kolaboratif dan memberi ruang bagi dialog artistik global,” ujar perwakilan Komite ICAPAS 2025 dalam keterangan resminya.
Menatap Masa Depan Riset Artistik
Melalui tema besar “Re-thinking Artistic Research”, ICAPAS 2025 diharapkan menjadi momentum bagi para akademisi dan praktisi seni untuk meneguhkan paradigma baru riset artistik yang berpijak pada keberagaman budaya, kolaborasi lintas disiplin, serta inovasi dalam praktik seni.
Dengan semangat keterbukaan dan kolaborasi global, ICAPAS 2025 tidak hanya memperkuat posisi ISI Yogyakarta sebagai pusat rujukan pendidikan dan penelitian seni di Asia-Pasifik, tetapi juga menegaskan perannya dalam membangun jembatan budaya dan pengetahuan antara dunia akademik dan praktik seni internasional.