LOGO ISI YOGYAKARTA
Institut Seni Indonesia Yogyakarta

“DIALOG ANTIGONE”: MENANDAI BABAK BARU TEATER INTERMEDIAL DI YOGYAKARTA

“DIALOG ANTIGONE”: MENANDAI BABAK BARU TEATER INTERMEDIAL DI YOGYAKARTA

ISI Yogyakarta – Dari panggung Auditorium WS Rendra, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, 21–22 September 2025 lalu, hadir sebuah peristiwa teater yang menandai babak baru hubungan antara seni pertunjukan dan teknologi digital. “Dialog Antigone” karya Prof. Dr. Yudiaryani, M.A., bukan sekadar pementasan klasik, tetapi manifestasi teater intermedial,  sebuah bentuk pertunjukan yang mempertemukan tubuh, teknologi, dan ruang digital dalam satu dialog artistik.

Didasarkan pada naskah “Antigone” karya Jean Anouilh (1944), Yudiaryani menerjemahkan ulang teks legendaris itu menjadi medan eksperimentasi intermedial. Bagi sang sutradara, teater bukan lagi sekadar ruang laku dan dialog antar-aktor, melainkan ruang interaksi antarmedia  dari tubuh, bunyi, proyeksi, hingga kecerdasan buatan.

“Pertunjukan ini adalah hasil riset panjang tentang dramaturgi intermedial, di mana mise en scène bukan hanya susunan elemen panggung, tapi menjadi bahasa tubuh yang berpikir,” ujar Yudiaryani di sela-sela pementasan.

Silvia Anggreni Purba, dosen teater ISI Yogyakarta, tampil kuat sebagai Antigone — perempuan yang menolak tunduk pada kekuasaan. Melalui gerak dan suara yang dikawal desain proyeksi digital, Antigone tampil sebagai simbol perlawanan perempuan di tengah lanskap teknologi.

“Bagi saya, ini pengalaman paling menantang. Panggung tidak lagi statis, tetapi menjadi ruang hidup yang terus merespons tubuh aktor,” tutur Silvia

Karya ini juga memperkenalkan Desain Proyeksi Intermedial (DPI), sebuah sistem proyeksi yang memungkinkan gambar, tipografi, dan animasi bereaksi secara real-time terhadap gerakan aktor dan alur cerita. Hasilnya, panggung menjadi kanvas digital yang hidup — antara teater, film, dan instalasi media.

“Dialog Antigone” menjadi representasi teater riset yang menempatkan Yogyakarta sebagai barometer inovasi seni pertunjukan di Indonesia. Pementasan ini mendapat dukungan dari Dana Indonesiana Kementerian Kebudayaan RI, Diktisaintek Berdampak, serta Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

“Melalui pertunjukan ini, kami ingin menunjukkan bahwa riset artistik dapat menghasilkan karya yang relevan dengan perkembangan zaman. Antigone bukan hanya tokoh perlawanan, tetapi juga simbol dialog antara seni, teknologi, dan kemanusiaan,” tutup Yudiaryani.

Cari
Kategori

Bagikan postingan ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDID